thewallflowermoderndiner.com, Saat Suara Jadi Doa Kisah Ruth Sahanaya di Industri Musik! Tak semua penyanyi mampu menggetarkan hati lewat suara. Namun Ruth Sahanaya melampaui itu. Ia tak sekadar menyanyi, ia berdoa lewat lagu. Dari nada-nada tinggi hingga desahan lirih, semuanya terasa hidup. Bukan tanpa alasan ia dijuluki sebagai diva sejati. Sebab, setiap kali bibirnya bergerak, yang hadir bukan sekadar melodi, melainkan jiwa.
Sejak awal kemunculannya di era 80-an, Ruth sudah membawa sesuatu yang berbeda. Ia tidak tampil heboh, tetapi auranya selalu kuat. Meski sederhana dalam gaya, kekuatannya justru terpancar lewat ketulusan.
Latar Awal yang Sederhana Tapi Penuh Warna
Ruth lahir di Bandung, kota yang memang terkenal melahirkan musisi hebat. Lingkungan sekitarnya tak selalu glamor. Namun sejak kecil, ia sudah punya satu teman akrab: mikrofon. Dari panggung gereja hingga acara keluarga, suaranya mulai dikenal sebagai sesuatu yang ‘tidak biasa’.
Ibunya, sosok yang paling dekat, selalu menanamkan kedisiplinan. Karena itulah, saat anak-anak lain masih asyik bermain, Ruth justru sibuk mengolah vokal. Dari situ semuanya tumbuh. Suara emasnya pun lambat laun terdengar lebih luas.
Hingga akhirnya, pada awal 80-an, namanya mulai menanjak. Namun saat semua penyanyi berlomba tampil penuh gaya, Ruth justru tetap tenang dengan suara dan hati.
Lagu-Lagu yang Tak Sekadar Dinyanyikan
Meski sudah puluhan tahun berkarya, daftar lagu Ruth yang dikenang seolah tak pernah habis. Mulai dari Kaulah Segalanya, Astaga, hingga Keliru, semuanya membekas. Bahkan, ada yang sampai menjadikan lagunya sebagai bagian dari doa sebelum tidur. Karena itu, tak heran jika banyak yang berkata bahwa suara Ruth punya kekuatan untuk menyentuh ruang batin terdalam.
Setiap lirik yang ia lantunkan seakan lahir dari tempat yang jujur. Ia tidak sekadar membawakan lagu, tetapi hidup di dalamnya. Itulah mengapa setiap konsernya selalu meninggalkan kesan, bukan hanya decak kagum.
Dalam wawancara, Ruth pernah berkata, “Kalau menyanyi dengan hati, orang yang mendengar juga akan merasa.” Ungkapan ini tak hanya jadi semboyan, tetapi prinsip yang ia pegang sepanjang karier.
Ujian, Panggung, dan Kekuatan Iman
Tak semua perjalanan berjalan mulus. Bahkan, di balik kilau popularitas, Ruth sempat menghadapi berbagai tantangan. Dunia hiburan memang keras, dan persaingan kadang membuat seseorang goyah. Namun Ruth justru menemukan kekuatannya dalam iman.
Ia kerap membagikan pengalaman hidupnya dalam lagu rohani. Bahkan, banyak penggemar yang justru mengenalnya lewat karya spiritual yang begitu dalam. Lagu seperti Engkau Permata Hatiku dan Bagi Tuhan Tak Ada Yang Mustahil menjadi pengingat bahwa suara bisa menjadi alat penyembuh, jika disampaikan dengan tulus.
Selain itu, Ruth juga kerap berbagi di acara-acara gereja maupun pelayanan. Bukan untuk menunjukkan eksistensi, tapi untuk menyalurkan berkat. Suaranya tak hanya dikagumi, tetapi juga dianggap sebagai pembawa damai.
Keluarga dan Musik, Dua Hal yang Tak Pernah Ditinggalkan
Meskipun sibuk di dunia hiburan, Ruth tak pernah melepas peran sebagai istri dan ibu. Ia menikah dengan Jeffry Waworuntu, manajernya sendiri, dan dikaruniai anak yang juga mencintai musik. Bagi Ruth, keseimbangan antara karier dan rumah tangga adalah hal penting yang harus dijaga.
Ia bahkan sempat mundur sejenak dari panggung demi anak-anak. Meski begitu, suaranya tetap hadir di mana-mana, dari radio hingga panggung pernikahan. Dan saat kembali, cintanya terhadap musik justru makin besar.
Kini, anak-anaknya pun mulai menapaki jejak yang sama. Meski tidak memaksa mereka mengikuti langkahnya, Ruth tetap memberi dukungan penuh. Bahkan, ia kerap tampil satu panggung bersama mereka, membuat momen musik keluarga terasa lebih hangat.
Kesimpulan
Ruth Sahanaya bukan sekadar legenda. Ia adalah wujud nyata dari kesetiaan pada panggilan hidup. Suaranya bukan hanya teknik, tetapi napas yang menghidupkan lirik. Ia mengajarkan bahwa menyanyi bukan soal nada tinggi, tapi soal hati yang jujur.
Dalam industri yang cepat berubah, Ruth tetap kokoh karena ia tahu kemana arah hidupnya. Ia tak goyah oleh tren, tak silau oleh sorotan. Karena pada akhirnya, suaranya bukan sekadar hiburan, tetapi doa yang tak pernah padam.